Tentang Kerja - Matakuliah Filsafat

Pengantar
Sebagai bahan penutup kita membicarakan kerja atau pekerjaan. Topik ini juga tidak bisa terpisahkan dari eksistensi manusia. Memang topik ini tidak banyak dibicarakan oleh para filsuf, khususnya oleh filsuf-filsuf Yunani dan filsuf-filsuf Abad Pertengahan. Pembahasan bab ini dibagi dalam empat bagian. Pada bagian pertama, akan disajikan pandangan masyarakat dalam periode berbeda tentang kerja atau pekerjaan, yang kami batasi hanya pada manusia Yunani kuno, Abad Pertengahan, Reformasi dan masa Industrialisasi. Bagian kedua berisikan uraian tentang hakikat kerja, mencakup pengertian kerja, perbedaan antara kerja manusia dengan kerja binatang, dan elemen-elemen yang mendasar dalam bekerja. Dalam bagian ketiga akan dibicarakan berbagai dimensi, yakni dimensi personal, sosial dan etis. Bagian keempat merupakan r
angkuman atas seluruh pembahasan untuk mengakhiri bab ini.


1. Pandangan Masyarakat

a. Masyarakat Yunani dan Abad Pertengahan

Masyarakat Yunani kuno, kerja atau pekerjaan kurang mendapat perhatian. Bahkan ada kecenderungan kerja tidak dipandang sebagai sesuatu yang mendasar bagi pewujudan eksistensi manusia. Kita mengambil pandangan dua tokoh, yakni Plato dan Aristoteles sebagai landasan untuk menyatakan penilaian itu.

*Pandangan Plato lebih mengunggulkan orang-orang yang dalam aktivitasnya sangat berkaitan dengan pikiran atau akal budi, di satu sisi merendahkan orang-orang yang dalam aktivitasnya sangat berhubungan dengan kebutuhan di lain sisi. Dengan kata lain, aktivitas yang penting bagi manusia adalah berpikir.

* Pandangan Aristoteles tentang makna kerja atau pekerjaan tidak
jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Plato. Menurut
Aristoteles kerja yang berhubungan dengan tubuh adalah kerja para budak. Sementara Aristoteles memandang budak sebagai kelas masyarakat yang paling rendah dalam struktur keluarga Yunani.

*Pandangan Abad Pertengahan, bagi masyarakat Abad Pertengahan perhatian lebih ditekankan pada hal-hal spritual. Karena itu yang penting dan berguna adalah kegiatan yang berhubungan dengan kehidupan rohani. Tekanan orientasi hidup pada masyarakat adalah kesalehan religius dengan tujuan untuk mendapatkan keselamatan di akhirat. Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan badan, seperti berdagang, dianggap pengganggu kehidupan spritual.


b. Masyarakat Reformasi dan Industrialisasi

Pada masa industrialisasi, kerja tidak lagi dilihat dalam kerangka religius, melainkan dalam kerangka humanisasi. Perubahan ini teerjadi seiring dengan kesadaran manusia yang semakin besar untuk mengakui dirinya sebagai subjek. Filsuf-filsuf yang berpandangan seperti ini antara lain John Locke (1632-1704), Adam Smith (1723-1790), George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1881), Karl Marx (1818-1883)

i. Pandangan John Locke (1632-1704)

Ia menyatakan bahwa pekerjaan menciptakan hak, yang disebutnya sebagai hak alamiah. Menurut Locke setiap orang yang bekerja menghasilkan hak, yakni hak milik atas karyanya. Karena kerja menghasilkan hak dan hak itu adalah hak milik dari setiap orang, maka kerja merupakan hak asasi manusia. Ada tiga argumen dasar Locke untuk menempatkan kerja sebagai sesuatu yang mendasar bagi manusia. Pertama, kelekatan kerja pada tubuh manusia. Kedua, kerja merupakan perwujudan diri manusia. Ketiga, kerja berkaitan dengan hidup.


ii. Pandangan Adam Smith (1723-1890)

Adam Smith menguniversalkan makna kerja bagi manusia. Ia berpandangan bahwa seluruh kebudayaan merupakan hasil dari pekerjaan manusia. Ia mengelompokkan dua jenis pekerjaan, yakni pekerjaan yang produktif dan pekerjaan yang tidak produktif. Pekerjaan produktif ialah pekerjaan kaum tani, buruh sedangkan pekerjaan yang tidak produktif adalah pekerjaan para prajurit, politisi dan ahli hukum Selain perhatian pada dua jenis pekerjaan. Smith juga mengembangkan gagasan tentang pembagian kerja. Pembagian kerja merupakan ciri dari masyarakat pasar dan memiliki arti penting bagi para pekerja itu sendiri. Smith menunjukkan tiga alasan pentingnya pembagian kerja. Pertama, meningkatkan kerajinan pada setiap pekerja yang pada gilirannya memperbaiki kondisi hidup pekerja dan masyarakat ke arah yang lebih baik. Kedua, pembagian kerja menyebabkan penghematan waktu. Ketiga, pembagian kerja mendorong dan menimbulkan penemuan mesin-mesin baru yang mempermudah sekaligus menghemat tenaga kerja.

iii. Pandangan GWF Hegel (1770-1881)

George Wilhelm Friedrich Hegel menempatkan pekerjaan sebagai keseluruhan konteks kegiatan manusia. Ia menilai kerja sebagai sesuatu yang dinamis, berkembang dan menjadi sarana bagi manusia untuk menyadari diri melalui taraf-taraf dialektis yang semakin mendalam. Artinya, manusia menemukan diri apabila ia menyadari sepenuhnya apa yang dikerjakannya. Bagaimana cara manusia menempatkan pekerjaan sebagai realisasi diri? Menjawab pertanyaan ini Hegel menguraikan keterkaitan subjek dan objek. Bentuk kesadaran ini diungkapkan Hegel dalam dua hal. Pertama, kesadaran akan kekuatan manusia secara negatif. Artinya, ketika melihat objek-objek manusia menyadari dirinya bukan sebagai objek, melainkan sebagai subjek. Kedua, kesadaran bahwa tanpa objek manusia tidak memiliki kesadaran. Itu berarti, manusia hanya dapat sadar akan dirinya ketika berada di tengah-tengah objek. Disini objek justru memiliki arti penting bagi adanya kesadaran manusia tentang keakuannya. Jadi, struktur subjek-objek merupakan struktur dasar kesadaran diri manusia.
Atas dasar itu maka dalam pemikiran Hegel pekerjaan bagi manusia merupakan sebuah proses, tepatnya sebuah proses aktualisasi diri.


iv. Pandangan Karl Marx (1818-1883)

Hegel Karl Marx juga menempatkan pekerjaan sebagai realisasi diri melalui objektivasi. Ia mengakui bahwa pencapaian kenyataan manusia yang sepenuhnya hanya bisa terjadi melalui pekerjaan. Bagi Marx, selain mengungkapkan dimensi personal, kerja juga mengungkapkan dimensi sosial. Hasil-hasil karya manusia tidak saja dinikmati dirinya sendiri, melainkan juga dirasakan oleh orang-orang lain. Dengan demikian bagi Marx kerja menjadi penghubung manusia dengan manusia yang lain, bahkan manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya.


2. Hakikat Kerja

a. Definisi Kerja

Dari pandangan empat filsuf pada masa industrialisasi, ada yang dapat kita tarik yakni keterkaitan kerja dengan eksistensi manusia. Kerja menyatu dengan keberadaan manusia. Dengan demikian kerja adalah wadah bagi pembentukan diri manusia dalam membangun dirinya. Bahkan dapat dikatakan kehidupan manusia sendiri tercermin pada pekerjaan dan hasil-hasilnya. Tanpa kerja manusia tidak hidup dan dunia tidak akan terbentuk. Ada tiga faktor yang membantu kita untuk menilai apakah sebuah kegiatan dapat disebut kerja atau tidak yaitu :

Pertama, keterlibatan dimensi subjek secara intensif. Yang dimaksudkan dimensi subjek adalah pikiran, kehendak dan kemauan serta kebebasan. Artinya, sebuah pekerjaan tidak dilakukan dengan asal - asalan, melainkan sungguh - sungguh melibatkan totalitas diri subjek.

Kedua, hasil yang bermanfaat. Kerja selalu membawa hasil yang berguna. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan tanpa membawa hasil yang bermanfaat, entah jangka panjang atau pendek, tidak bisa disebut sebagai kerja atau pekerjaan.

Ketiga, mengeluarkan energi. Kerja itu memerlukan tenaga. Aktivitas santai atau tanpa menguras tenaga tidak bisa dianggap sebagai kerja atau pekerjaan. Kerja justru menghabiskan energi.

Dari ketiga faktor di atas dapat didefinisikan bahwa kerja atau pekerjaan merupakan segala kegiatan yang direncanakan, yang melibatkan pikiran dan kemauan yang sungguh-sungguh serta memiliki suatu tujuan yang ingin dicapai.

b. Kerja Manusia vs Kerja Hewan

kerja atau pekerjaan merupakan bagian eksistensi manusia dan juga
menjadi ciri khas manusia. Persoalannya apa kekhasan kerja manusia dengan binatang? pertama perlu diketahui bahwa dalam tataran ragawi kerja manusia sama dengan kerja hewan. Contohnya sapi membajak sawah, semut mengumpulkan makanan itu kerja fisik. Kerja manusia pun tidak jauh berbeda dengan apa yang di lakukan oleh binatang. akan tetapi dalam tataran intelektif kerja manusia dengan kerja binatang sangat berbeda. secara ringkas perbedaan kerjanya ada 4 hal yaitu :
Pertama, Jenis energi yang dikerahkan.
Kedua, hasil kerja.
Ketiga, dorongan kerja
Kempat, makna kerja

c. Dua Elemen Kerja

Ada dua elemen penting apabila suatu kegiatan disebut sebagai kerja atau pekerjaan. kedua elemen itu adalah elemen subjek dan elemen objek. Elemen subjek adalah potensi atau kekuatan yang melekat di dalam diri manusia yang meliputi pikiran, keinginan, hati, kebebasan, kehendak dan kemampuan. Singkatnya, kerja merupakan wadah perwujudan cipta, karsa dan rasa. Elemen objektif merupakan sarana pendukung untuk merealisasikan pikiran,
rencana serta kehendaknya, artinya selain elemen subjek manusia membutuhkan sarana pendukung dalam merealisasikannya. Jadi, elemen ini berupa materi seperti sarana-sarana yang digunakan dalam bekerja.

d. Peran Istimewa Tangan

Salah satu instrumen yang penting dalam diri manusia adalah tangan. bagian organ tubuh manusia ini memiliki arti yang sangat istimewa dalam melakukan aktivitas. Ada beberapa argumen untuk menyatakan keistimewaan tangan tersebut yaitu:
Pertama, posisi vertikal tubuh manusia, 
Kedua, kekayaan fungsi tangan, Ketiga, tangan bersifat personal dan sosial. 


3. Tiga Dimensi Kerja

a. Dimensi Personal

Perbandingan antara kerja binatang dan manusia memperlihatkan secara jelas bahwa kerja manusia memilki nilai lebih karena di dalamnya mengungkapkan dirinya secara nyata. melalui pekerjaan manusia memiliki harapan akan masa depan, mewujudkan cita-citanya. Disinilah kita lihat terungkap nilai personal kerja atau pekerjaan.


b. Dimensi Sosial
Selain mengungkapkan diri, kerja juga memiliki makna sosial. Hal ini seiring dengan hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Selain itu hidup manusia merupakan sebuah keterlemparan bersama dengan orang lain. Ada manusia adalah ada bersama dengan orang lain. Keterlemparan justru membuat manusia harus melakukan sesuatu sebagai tanda tanggungjawabnya terhadap orang lain. Karena itu kerja tidak bisa terlepas dari bingkai sosialitas. Oleh karena itu pekerjaan menjadi ikatan antara manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya. Jadi, pekerjaan merupakan jembatan antara umat manusia dari satu zaman ke zaman berikutnya.

c. Dimensi Etis

Selain dimensi personal dan sosial ,kerja juga memiliki aspek etis. Dikatakan etis karena aspek ini akan membuat pekerjaan bermakna baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Nilai ini justru landasan vital untuk mewujudkan dimensi personal dan dimensi sosial kerja.Itu berati dalam kerja,orang tidak boleh merusak atau merugikan orang lain. secara positif dikatakan setiap pekerjaan memuat nilai kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain. Nilai-nilai etis yang dituntut dalam bekerja antara lain:

1. Keadilan,dalam bekerja setiap pribadi memiliki kewajiban untuk menghargai hak-hak dari orang lain.
2. Tanggungjawab, merupakan kepedulian terhadap hidup orang lain menjadi tuntutan moral yang mendasar dalam pekerjaan.
3. Kejujuran, merupakan nilai moral lain yang dituntut dalam pekerjaan. Prinsip ini merupakan keutamaan pertama dan paling penting yang harus dimiliki oleh seorang pekerja.

KESIMPULAN

Dari uraian diatas terlihat dengan jelas bahwa kesadaran tentang kerja sebagai bagian dari eksistensi manusia tidak sama seperti masyarakat. Dalam periode yang terakir ini kerja atau pekerjaan dilihat sebagai wadah dimana manusia mewujudkan diri. Di dalam pekerjaan manusia melibatkan pikiran, kehendak, kebebasan, serta rasa tanggungjawabnya untuk membangun dunia. Karena itu dalam bekerja manusia tidak membuat yang tidak ada menjadi ada.Ia hanya mengubah yang ada menjadi lebih baik dan sesuai dengan tuntutan kemanusiaan.

Pekerjaan juga menghubungkan manusia dengan orang lain. Karena itu pekerjaan manusia berdimensi social dan berdimensi etis. Sementara dimensi etisnya terungkap dalam tuntutan menjalankan nilai nilai moral dalm melakukan pekerjaan,yakni berlaku adil, bersikap jujur, bertanggungjawab. Dengan menghayati nilai nilai inilah manusia menjadikan kerja sebagai aktivitas bermartabat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Manajemen Pemasaran PT Sayap Mas Utama

Ringkasan Nilai Waktu Uang - Matakuliah Manajemen Keuangan

Sosok Wanita di Toilet